SELF ASSESSMENT SYSTEM
Dalam menjalankan sebuah rumah tangga,
sebuah keluarga memerlukan dana atau biaya untuk memenuhi kebutuhan sebuah
rumah tangga tersebut demi berlangsungnya kehidupan rumah tangga. Demikian juga
untuk menjalankan sebuah negara, juga membutuhkan biaya. Tentunya biaya yang
dibutuhkan untuk berlangsungnya sebuah negara tidak sama dengan biaya yang
dibutuhkan sebuah negara. Untuk menjalankan fungsinya sebagai Negara
membutuhkan dana ratusan triliun rupiah. Apabila dalam sebuah rumah tangga,
sumber pendanaan adalah dari pendapatan anggota keluarganya yang bekerja, lalu
dari manakah dana yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara tersebut? Pemasukan atau pendapatan sebuah negara
sebenarnya terdiri dari banyak sumber, namun dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu Penerimaan Perpajakan(pajak penghasilan, bumi dan bangunan, pertambahan
nilai, cukai, dll) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak(penerimaan sumber daya
alam, laba BUMN, dll). Dari kedua sumber penerimaan tersebut, pajak adalah yang
paling besar yakni hampir 80 %, maka dari itu pajak sanagatlah penting bagi
kelangsungan pemerintahan di Indonesia.
Dalam
pemungutan pajak, terdapat dua sistem yang paling mencolok yaitu self assessment dan office
assessment. Self assessment
merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib
pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri dari
sistem ini adalah :
a. Wewenang untuk menentukan
besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri,
b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung,
menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,
c. Pemerintah (petugas pajak) tidak
ikut campur dan hanya mengawasi.
Sistem
sedemikian rupa pada umumnya hanya diterapkan pada suatu pemerintahan yang
setiap wajib pajaknya dipandang cukup mampu diserahi tanggung jawab dan
kepercayaan untuk menghitung dan menetapkan pajaknya sendiri.
Sedangkan official assessment system adalah suatu sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiscus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri dari sistem
ini adalah :
a. Wewenang untuk menentukan
besarnya pajak terutang ada padafiscus,
b. Wajib pajak bersifat pasif,
c. Utang pajak timbul setelah
dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (berisi ketetapan mengenai jumlah utang
pajak yang harus dibayar wajib pajak) oleh fiscus.
Dalam
sistem ini pemerintah melalui petugas pajak masih cukup dominan untuk
menghitung dan menetapkan utang pajak. Sistem ini umumnya diterapkan terhadap
jenis pajak yang melibatkan masyarakat luas di mana masyarakat selaku subyek
pajak atau wajib pajak dipandang belum mampu disertahi tanggung jawab untuk
menghitung dan menetapkan pajak.*dikutip dari http://anto.blog.uns.ac.id/2009/04/21/pengenaan-pajak/
Dari ketiga sistem tersebut, menurut
saya self assessment system merupakan
sistem yang paling cocok diterapkan di Indonesia. Karena self assessment lebih cenderung menitik beratkan pada peran aktif
wajib pajak dalam pemungutan pajak. Jadi wajib pajak sendirilah yang memutuskan
untuk menentukan kapan ia untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) agar berikutnya dapat menghitung, lalu membayar, kemudian
melaporkan pajaknya. Dalam sistem ini wajib pajak membayarkan pajaknya melalui bank maupun kantor pos, hal ini memudahkan wajib pajak, karena bank dan kantor pos sudah tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Memang sistem tersebut sangat
rawan akan kesalahan atau pengurangan nilai pajak dari wajib pajak tersebut,
karena hanya mengandalkan kejujuran si wajib pajak dalam semua proses
penghitungan dan pelaporan pajaknya. Memang hal ini sangat mungkin terjadi dalam
system self assessment , dan otomatis
hal in akan mengurangi penerimaan yang harusnya masuk ke dalam kas penerimaan
negara. dikutip dari Tesis Adi Prasetyawan (UPN Veteran)
Dibanding dengan office assessment system yang memberikan kewenangan kepada petugas
untuk menentukan besarnya pajak melalui survey atau pemeriksaan langsung kepada
wajib pajak tanpa melibatkan wajib pajak dalam penentuan besarnya pajak memang
akan meminimalisirkan kesalahan dan penyelewengan dari wajib pajak yang
“nakal”. Hal tersebut juga otomatis akan menambah penerimaan negara dari sektor
perpajakan yang selama ini masing belum mencapai nilai yang seharusnya masuk ke
dalam penerimaan, karena petugas pajak yang memeriksa langsung dan mendaftar
apabila ada yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Melalui sistem
yang demikian tidak akan ada lagi wajib pajak yang mangkir dari membayar pajak
seperti saat ini, mungkin karena ketidak tahuan maupun sengaja tidak mau
membayar pajak. Namun dalam office
assessment system kita harus memikirkan untung ruginya, memang hal tersebut
akan menambah penerimaan kas negara, namun menurut saya itu tidak sebanding
dengan biaya yang harus dikeluarkan negara untuk membiayai pendataan dan
pemeriksaan yang dilakukan petugas yang masih sangat minim dibanding wajib
pajaknya.
Bila Indonesia menganut office assessment system bayangkan,
berapa biaya yang dibutuhkan untuk transport petugas pajak untuk menjangkau wajib
pajak yang tersebar di sekitar 17.000 pulau di penjuru negeri, belum biaya
menginap para petugas selama menjalankan tugasnya untuk mendata, mensurvei, dan
menghitung, hanya untuk menentukan
besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh si wajib pajak. Menurut saya tambahan
biaya yang dikeluarkan untuk hal tersebut akan lebih besar dari pada tambahan
penerimaan negara yang dihasilkan dari penerapan office assessmet system tersebut. Dilihat dari segi waktu, juga
kurang efisien, melakukan survey langsung dan mendata mungkin akan memakan
waktu berbulan-bulan apabila dilihat dari data pembayar pajak tahun 2010 lalu
yang berjumlah kurang lebih 16 juta wajib pajak, sedangkan petugas pajak hanya
sekitar 30.000 petugas, sehingga wajib pajak yang harus disurvei oleh seorang
petugas pajak sekitar 533 wajib pajak.
Jadi menurut saya untuk saat ini
meskipun kesadaran akan pajak masih minim dan masih banyak penyelewengan nilai
pajak oleh wajib pajak, self assessment
system masih menjadi sistem yang paling cocok digunakan di Indonesia
apabila dibandingkan dengan office
assessmet system. Hal inilah yag menjadi tugas kita untuk menumbuhkan
kesadaran para wajib pajak di Indonesia untuk membayar pajak sesuai nilai yang
seharusnya, dan juga melakukan penyuluhan kepada masyarakat yang seharusnya
membayar pajak, namun belum karena ketidaktahuan mereka tentang prosedur
perpajakan di Indonesia. Hal ini kita lakukan untuk menciptakan Indonesia yang
sejahtera, bayangkan bila setiap orang membayar pajak sesuai porsinya
masing-masing, tidak akan ada orang miskin dan gelandangan di Indonesia.
REFERENSI :
No comments:
Post a Comment